Jumat, 23 Desember 2022

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4

BUDAYA POSITIF 

Oleh : Niasari Vebriani, S.Pd.SD, M.Pd

(CGP Angkatan 7 Kabupaten Kudus)





Koneksi antar materi pada modul 1.4 tentang budaya positif ini untuk memberikan kesimpulan mengenai peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.

Saya akan membuat refleksi dari pemahaman saya atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Sejauh mana pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Serta ada hal-hal yang menarik untuk saya dan di luar dugaan?

Disiplin positif merupakan bagian dari budaya positif dan merupakan bentuk kontrol diri untuk mencapai tujuan yang membuat seseorang menggali potensinya untuk dihargai dan lebih bermakna.Orang yang disiplin memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam dirinya untuk melaksanakan suatu tindakan sesuai dengan hati nurani dan tanpa paksaan atau karena mendapat pujian. Teori motivasi perilaku manusia ada 3 hal yaitu untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Lima posisi kontrol seorang Guru adalah sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan sebagai manajer. Dalam hal ini kita diharapkan posisi kontrol kita sebagai seorang manajer.Kebutuhan dasar manusia adalah bertahan hidup, cinta dan kasih sayang rasa diterima, kebebasan , kesenangan dan penguasaan. Oleh karena itu kita sebagai guru harus benar-benar memperhatikan lima kebutuhan dasar tersebut. Keyakinan kelas merupakan sebuah ketetapan atau peraturan kelas yang telah disepakati dan diyakini serta telah dijelaskan konsekuensi yang diterima jika kesepakatan tersebut dilanggar. Keyakinan kelas dibentuk untuk menciptakan disiplin positifdari siswa sehingga siswa mempunyai kesadaran penuh tanpa paksaan melaksanakan kesepakatan kelas yang sudah diyakininya dengan penuh tanggung jawab. Jika ada anak yang melanggar keyakinan kelas maka perlu ada komunikasi yang baik antara guru dan siswa dan mengatasi masalah tersebut dengan segitiga restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali kekelompoknya dengan karakter yang kuat ( Gossen 2004). Restitusi bukan untuk menebus kesalahan melainkan sebuah tawaran dan bukan paksaan. Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif , dan memulihkan dirinya setelah berbuat kesalahan. Ada tiga tahapn dalam segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Hal-hal yang menarik bagi saya dan diluar dugaan adalah pada saat saya menerapkan segitiga restitusi. Disitu siswa lebih bebas mengungkapkan alasannya dan lebih terbuka kenapa dia melakukan kesalahan yang sudah diyakininya. Sehingga kita bisa mendapatkan solusi untuk memperbaiki kesalahan siswa tersebut dengan bersama-sama mencari penyelesaiannya. Dengan cara pendekatan tersebut siswa akan lebih disiplin dan dengan sadar untuk tidak melakukan kesalahan lagi. Budaya positif dimulai dari disiplin positif dan ini harus datang dari diri. Disiplin pertama kali dibangun dari dalam diri untuk memperoleh kemandirian belajar. Belajar tanpa disiplin sama saja dengan membuat pendidikan menjadi tidak bermakna. Sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan kemantapan capaian kognitif, emosional, dan psikomotorik sudah pasti tidak tercapai.

Untuk mewujudkan Tujuan pendidikan tidak bisa terlepas dari pembiasaan budaya positif di sekolah. Dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi.

2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan yang terjadi di dalam kelas tentu saja menuju ke arah yang lebih baik, yang sebelumnya belum dikenalkan keyakinan kelas, setelah anak membuat keyakinan kelas maka peserta didik lebih bisa memahami dan melaksanakan nilai-nilai kebaikan yang telah mereka ciptkan sendiri. Perubahan yang ada di kelas membawa perubahan di sekolah tentunya. Budaya positif seperti 5S ( senyum, sapa, salam, sopan, dan santun), peserta didik dengan kesadaran dari dirinya melaksanakan di dalam kelas dan di lingkungan sekolah. Datang sekolah tepat waktu, dengan sendirinya ketertiban akan tercipta. Membuang sampah pada tempatnya, akan tercipta lingkungan sekolah yang nyaman dan bersih. Keyakina kelas otomatis membawa perubbahan di kelas dan lingkungan sekolah.

3. Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman dalam penerapan konsep inti dalam modul budaya positif pada saat menangani permaslahan peserta didik. Pengalaman ini saat saya menangani peserta didik saya yang tidak memakai seragam sekolah dengan benar, yaitu pesera didik saya memakai sepatu berwarna putih. Sesuai aturan yang ada pemakaian sepatu berwarna putih itu menyalahi keyakinan kelas, otomatis saya memposisikan diri saya menghadapi peserta didik tersebut dengan sabar,aya memposisikan diri sebagai kontrol meneger. Saya memberikan pengarahan siswa, menggali permasalahannya mengapa melakukan kesalahan, terus memberikan pertanyaan dan siswa menjawab dngan kesadarannya sendiri, dan menyadari kesalahannya sendiri. Namun sikap saya ini ternyata disalahankan saya, katanya peserta didik tersebut harus mendapatkan hukuman.Dengan sabar saya memberikan tanggapan ke teman sejawat tersebut, bahwa tindakan saya posisi sebagai meneger. Dan saya sampaiakan kebaikan posisi kontol meneger dengan posisi kontrol penghukum. Alhamdulilah, teman saya dapat menerima masukan saya.

4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan saya ketika mengalami hal-hal tersebuat adalah bangga dan senang karena ternyata saya bisa melakukan pendekatan dengan siswa dan dapat menyelesaikan permasalahan siswa tanpa emosi dan dengan diskusi dari hati ke hati. Dengan cara segitiga restitusi dan memposisikan diri sebagai manajer maka anak merasa nyaman untuk digali alasannya dan dalam memperbaiki kesalahannya. Disini anak akan menjadi terbuka dan bisa mencari solusi untuk bisa memperbaiki kesalahannya tanpa paksaan dan kita mengajak anak untuk mengingat kembali keyakinan kelas yang telah disepakati dan apa konsekuensinya kalau melanggarnya, sehingga kita melatih anak untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

5. Menurut saya, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Dari tindakan yang telah saya lakukan tersebut, posisi meneger, merupakan posisi yang terbaik dalam mengahdapi permalahan yang dihadapi peserta didik, karena peserta didik tidak merasa terhukum, dan akan muncul motivasi internal dari dirinya. Dan yang perlu diperbaiki dari saya adalah perlu ditingkatkan kesabaran, dan lebih memahami karakter siswa, sehingga pelaksanaan segitiga restitusi akan lebih baik lagi.

6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering saya pakai, dan bagaimana perasaan saya saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang saya pakai, dan bagaimana perasaan saya sekarang? Apa perbedaannya?

Posisi yang sering pakai sebelum mempelajari modul ini, saya sering memposisikan sebagai teman. Dan setelah mempelajari modul ini saya berusaha sebagai manager. Perbedaan yang saya rasakan posisi sebagai meneger lebih bisa memanusiakan peserta didik, bukan guru yang menyadarkan, tetapi dari peserta didik sendiri yang akan menyadari kesalahannya, dan tindakannya telah melanggar keyakinan kelas yang ada. Dan perasaan saya sebagai guru tentunya akan lebih senang dan bangga apabila peserta didik bisa mengungkapkan dan menggali kesalahannya, tanpa kita menghakiminya.

7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Setiap guru mungkin pernah melakukan tindakan segitiga restitusi, termasuk saya. Saya yakin semua guru di sekolah selalu menghadapi pesera didik yang bermasalah, dan setiap guru tentunya berusaha untuk membantu menyelesaikan permasalahan itu, Cuma guru-guru tersebut belum mengerti tahapan-tahapan segitiga restitusi. Saya sudah menerapkan segitiga restitusi ini tetapi mungkin saya kurang paham apa nama tahapan-tahapan yang telah saya lakukan dan mungkin yang saya lakukan juga masih belum komplit dan benar sesuai tahapan segitiga restitusi. Tahap yang saya praktekan adalah tahap validasi tindakan yang salah. Saya selalu menanyakan alasan kenapa siswa tersebut melanggar peraturan. Dan kadang kala hanya sampai menyakan saja, tanpa melanjutkan penyelesaikannya, atau kadang kalau sudah tertangani guru lain, saya merasa tidak perlu lagi menyelesaikan.

8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran ki Hajar dewantara tersebut.

Serta diusahakan dapat berkolaborasi dengan pihak sekolah dan seluruh warga sekolah serta pihak- pihak yang terkait untuk berpartisipasi dan berkontribusi langsung untuk mengembangkan dan menerapkan budaya positif di sekolah. Itu harus dilakukan supaya budaya positif tercipta dengan terlaksananya disiplin positif dari kesadaran dari masing-masing individu dengan penuh kesadaran dan penuh rasa tanggung jawab.

Karena di kelas maupun di sekolah, guru menghadapi individu yang memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda. Guru harus memahami dan menguasai konsep-konsep ini sebagai bagian integral dari pengajaran.

Membentuk disiplin positif di lingkungan kelas diperlukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibentuk dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri sesrta memotivasi dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Disiplin positif bertujuan membentuk tanggung jawabnya. Melalui disiplin positif pengajar menuntun anak didik buat mempunyai perilaku tanggung jawab dan berdasarkan tindakan atau nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila yaitu nilai beriman, bertaqwa pada Tuhan yg Mahaesa & berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis & kreatif. Inilah tujuan akhir berdasarkan pendidikan disiplin positif. Disiplin positif tidak menggunakan sanksi atau paksaan namun lebih membentuk pencerahan diri akan tanggung jawab diri menjadi warga sosial.

Sebagai guru saya dapat memberikan dampak positif pada teman sejawat dan mampu memberikan dampak positif pembelajaran di kelas. Mampu bersosialisasi di lingkungan sekolah dan selanjutnya membimbing dan mendukung program perubahan di SD 2 Jati Wetan yang saat ini masih belum sepenuhnya berpihak pada murid.

Demikianlah koneksi antar materi tentang budaya positif yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk semuanya. Terima kasih.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3

  JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM BERDAMPAK POSITIF       1.Facts (Peristiwa)              Kegiatan i...