KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4
BUDAYA POSITIF
Oleh : Niasari Vebriani, S.Pd.SD, M.Pd
(CGP Angkatan 7 Kabupaten Kudus)
Koneksi antar materi pada
modul 1.4 tentang budaya positif ini untuk memberikan kesimpulan mengenai peran
saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan
konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman
dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga
restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan
Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru
Penggerak.
Saya akan membuat refleksi
dari pemahaman saya atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Sejauh mana pemahaman Saya
tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu:
disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan,
posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga
restitusi. Serta ada hal-hal yang menarik untuk saya dan di luar dugaan?
Disiplin positif merupakan
bagian dari budaya positif dan merupakan bentuk kontrol diri untuk mencapai
tujuan yang membuat seseorang menggali potensinya untuk dihargai dan lebih
bermakna.Orang yang disiplin memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam
dirinya untuk melaksanakan suatu tindakan sesuai dengan hati nurani dan tanpa
paksaan atau karena mendapat pujian. Teori motivasi perilaku manusia ada 3 hal
yaitu untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, untuk mendapatkan imbalan
atau penghargaan dari orang lain, dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan
dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Lima posisi
kontrol seorang Guru adalah sebagai penghukum, pembuat merasa bersalah, teman,
pemantau dan sebagai manajer. Dalam hal ini kita diharapkan posisi kontrol kita
sebagai seorang manajer.Kebutuhan dasar manusia adalah bertahan hidup, cinta
dan kasih sayang rasa diterima, kebebasan , kesenangan dan penguasaan. Oleh
karena itu kita sebagai guru harus benar-benar memperhatikan lima kebutuhan
dasar tersebut. Keyakinan kelas merupakan sebuah ketetapan atau peraturan kelas
yang telah disepakati dan diyakini serta telah dijelaskan konsekuensi yang
diterima jika kesepakatan tersebut dilanggar. Keyakinan kelas dibentuk untuk
menciptakan disiplin positifdari siswa sehingga siswa mempunyai kesadaran penuh
tanpa paksaan melaksanakan kesepakatan kelas yang sudah diyakininya dengan
penuh tanggung jawab. Jika ada anak yang melanggar keyakinan kelas maka perlu
ada komunikasi yang baik antara guru dan siswa dan mengatasi masalah tersebut
dengan segitiga restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi
siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali
kekelompoknya dengan karakter yang kuat ( Gossen 2004). Restitusi bukan untuk
menebus kesalahan melainkan sebuah tawaran dan bukan paksaan. Restitusi
membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif , dan memulihkan
dirinya setelah berbuat kesalahan. Ada tiga tahapn dalam segitiga restitusi
yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan
keyakinan. Hal-hal yang menarik bagi saya dan diluar dugaan adalah pada saat
saya menerapkan segitiga restitusi. Disitu siswa lebih bebas mengungkapkan
alasannya dan lebih terbuka kenapa dia melakukan kesalahan yang sudah
diyakininya. Sehingga kita bisa mendapatkan solusi untuk memperbaiki kesalahan
siswa tersebut dengan bersama-sama mencari penyelesaiannya. Dengan cara
pendekatan tersebut siswa akan lebih disiplin dan dengan sadar untuk tidak
melakukan kesalahan lagi. Budaya positif dimulai dari disiplin positif dan ini
harus datang dari diri. Disiplin pertama kali dibangun dari dalam diri untuk
memperoleh kemandirian belajar. Belajar tanpa disiplin sama saja dengan membuat
pendidikan menjadi tidak bermakna. Sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan
kemantapan capaian kognitif, emosional, dan psikomotorik sudah pasti tidak
tercapai.
Untuk mewujudkan Tujuan
pendidikan tidak bisa terlepas dari pembiasaan budaya positif di sekolah.
Dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif, motivasi perilaku manusia
(hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas,
segitiga restitusi.
2. Perubahan apa yang terjadi
pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun
sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Perubahan yang terjadi di dalam
kelas tentu saja menuju ke arah yang lebih baik, yang sebelumnya belum
dikenalkan keyakinan kelas, setelah anak membuat keyakinan kelas maka peserta
didik lebih bisa memahami dan melaksanakan nilai-nilai kebaikan yang telah
mereka ciptkan sendiri. Perubahan yang ada di kelas membawa perubahan di
sekolah tentunya. Budaya positif seperti 5S ( senyum, sapa, salam, sopan, dan
santun), peserta didik dengan kesadaran dari dirinya melaksanakan di dalam
kelas dan di lingkungan sekolah. Datang sekolah tepat waktu, dengan sendirinya
ketertiban akan tercipta. Membuang sampah pada tempatnya, akan tercipta
lingkungan sekolah yang nyaman dan bersih. Keyakina kelas otomatis membawa
perubbahan di kelas dan lingkungan sekolah.
3. Pengalaman yang pernah
saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik
di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman dalam penerapan
konsep inti dalam modul budaya positif pada saat menangani permaslahan peserta
didik. Pengalaman ini saat saya menangani peserta didik saya yang tidak memakai
seragam sekolah dengan benar, yaitu pesera didik saya memakai sepatu berwarna
putih. Sesuai aturan yang ada pemakaian sepatu berwarna putih itu menyalahi
keyakinan kelas, otomatis saya memposisikan diri saya menghadapi peserta didik
tersebut dengan sabar,aya memposisikan diri sebagai kontrol meneger. Saya
memberikan pengarahan siswa, menggali permasalahannya mengapa melakukan
kesalahan, terus memberikan pertanyaan dan siswa menjawab dngan kesadarannya
sendiri, dan menyadari kesalahannya sendiri. Namun sikap saya ini ternyata
disalahankan saya, katanya peserta didik tersebut harus mendapatkan
hukuman.Dengan sabar saya memberikan tanggapan ke teman sejawat tersebut, bahwa
tindakan saya posisi sebagai meneger. Dan saya sampaiakan kebaikan posisi
kontol meneger dengan posisi kontrol penghukum. Alhamdulilah, teman saya dapat
menerima masukan saya.
4. Bagaimanakah perasaan Anda
ketika mengalami hal-hal tersebut?
Perasaan saya ketika
mengalami hal-hal tersebuat adalah bangga dan senang karena ternyata saya bisa
melakukan pendekatan dengan siswa dan dapat menyelesaikan permasalahan siswa
tanpa emosi dan dengan diskusi dari hati ke hati. Dengan cara segitiga
restitusi dan memposisikan diri sebagai manajer maka anak merasa nyaman untuk digali
alasannya dan dalam memperbaiki kesalahannya. Disini anak akan menjadi terbuka
dan bisa mencari solusi untuk bisa memperbaiki kesalahannya tanpa paksaan dan
kita mengajak anak untuk mengingat kembali keyakinan kelas yang telah
disepakati dan apa konsekuensinya kalau melanggarnya, sehingga kita melatih
anak untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
5. Menurut saya, terkait
pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah
baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Dari tindakan yang telah saya
lakukan tersebut, posisi meneger, merupakan posisi yang terbaik dalam
mengahdapi permalahan yang dihadapi peserta didik, karena peserta didik tidak
merasa terhukum, dan akan muncul motivasi internal dari dirinya. Dan yang perlu
diperbaiki dari saya adalah perlu ditingkatkan kesabaran, dan lebih memahami
karakter siswa, sehingga pelaksanaan segitiga restitusi akan lebih baik lagi.
6. Sebelum mempelajari modul
ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi
manakah yang paling sering saya pakai, dan bagaimana perasaan saya saat itu?
Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang saya pakai, dan bagaimana
perasaan saya sekarang? Apa perbedaannya?
Posisi yang sering pakai
sebelum mempelajari modul ini, saya sering memposisikan sebagai teman. Dan
setelah mempelajari modul ini saya berusaha sebagai manager. Perbedaan yang
saya rasakan posisi sebagai meneger lebih bisa memanusiakan peserta didik,
bukan guru yang menyadarkan, tetapi dari peserta didik sendiri yang akan
menyadari kesalahannya, dan tindakannya telah melanggar keyakinan kelas yang
ada. Dan perasaan saya sebagai guru tentunya akan lebih senang dan bangga
apabila peserta didik bisa mengungkapkan dan menggali kesalahannya, tanpa kita
menghakiminya.
7. Sebelum mempelajari modul
ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi
permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan
bagaimana Anda mempraktekkannya?
Setiap guru mungkin pernah
melakukan tindakan segitiga restitusi, termasuk saya. Saya yakin semua guru di
sekolah selalu menghadapi pesera didik yang bermasalah, dan setiap guru
tentunya berusaha untuk membantu menyelesaikan permasalahan itu, Cuma guru-guru
tersebut belum mengerti tahapan-tahapan segitiga restitusi. Saya sudah
menerapkan segitiga restitusi ini tetapi mungkin saya kurang paham apa nama
tahapan-tahapan yang telah saya lakukan dan mungkin yang saya lakukan juga
masih belum komplit dan benar sesuai tahapan segitiga restitusi. Tahap yang
saya praktekan adalah tahap validasi tindakan yang salah. Saya selalu
menanyakan alasan kenapa siswa tersebut melanggar peraturan. Dan kadang kala
hanya sampai menyakan saja, tanpa melanjutkan penyelesaikannya, atau kadang
kalau sudah tertangani guru lain, saya merasa tidak perlu lagi menyelesaikan.
8. Selain konsep-konsep yang
disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut saya penting
untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan
kelas maupun sekolah?
Terpenting yang harus
dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan
sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati,
memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo
mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh
kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia
dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan
demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran ki
Hajar dewantara tersebut.
Serta diusahakan dapat
berkolaborasi dengan pihak sekolah dan seluruh warga sekolah serta pihak- pihak
yang terkait untuk berpartisipasi dan berkontribusi langsung untuk
mengembangkan dan menerapkan budaya positif di sekolah. Itu harus dilakukan
supaya budaya positif tercipta dengan terlaksananya disiplin positif dari
kesadaran dari masing-masing individu dengan penuh kesadaran dan penuh rasa
tanggung jawab.
Karena di kelas maupun di
sekolah, guru menghadapi individu yang memiliki kemampuan dan karakter yang
berbeda. Guru harus memahami dan menguasai konsep-konsep ini sebagai bagian
integral dari pengajaran.
Membentuk disiplin positif di
lingkungan kelas diperlukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibentuk dengan
kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan
universal dan menekankan pada keyakinan diri sesrta memotivasi dari dalam.
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Disiplin positif bertujuan
membentuk tanggung jawabnya. Melalui disiplin positif pengajar menuntun anak
didik buat mempunyai perilaku tanggung jawab dan berdasarkan tindakan atau
nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila yaitu nilai beriman, bertaqwa pada Tuhan
yg Mahaesa & berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong,
mandiri, bernalar kritis & kreatif. Inilah tujuan akhir berdasarkan
pendidikan disiplin positif. Disiplin positif tidak menggunakan sanksi atau
paksaan namun lebih membentuk pencerahan diri akan tanggung jawab diri menjadi
warga sosial.
Sebagai guru saya dapat
memberikan dampak positif pada teman sejawat dan mampu memberikan dampak
positif pembelajaran di kelas. Mampu bersosialisasi di lingkungan sekolah dan
selanjutnya membimbing dan mendukung program perubahan di SD 2 Jati Wetan yang
saat ini masih belum sepenuhnya berpihak pada murid.
Demikianlah koneksi antar
materi tentang budaya positif yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat
untuk semuanya. Terima kasih.